Hari ini, aku memutuskan untuk kembali ke perpustakaan itu. Ingin kembali membaca beratus-ratus buku di perpustakaan itu dan merasakan suasana pintar di dalam perpustakaan. I need the motivation.
Angin lebih kencang dari biasanya, sore itu langit sedang dikelilingi banyak awan. Aku mengenggam erat kedua tanganku dan juga hijabku agar tidak berterbangan.
Buku filosofi Plato adalah pilihan bacaku sore ini, memang dari dulu aku suka mendengar mengenai kisah-kisah zaman romawi walaupun belum pernah mendalaminya. Tapi bagus untuk menambah ilmu itu. Perpustakaan hari itu tidak ramai maupun sepi, ada beberapa grup sedang mengerjakaan projeknya, banyak pula yang sedang menikmati waktu sendirinya. Kursi di dekat jendela adalah opsi yang baik, aku bisa membaca sambil menikmati sinar luar. Golden Hour yang menakjubkan, selalu menakjubkan.
Aku taruh tasku atas meja dekat jendela, memposisikanku dengan nyaman, dan mulai membaca bukunya. Halaman per halaman coba ku resapi dan baca dengan seksama sampai ada suara muncul memecahkan keheningan.
"Mind if i sit here?"
Aku mendongak ke atas dan melihat sosok laki-laki ber-rambut coklat auburn pendek agak ikal, sangat tinggi sekitar 193cm, badannya sangat fit dan atletis sepertinya ia seorang atlit atau model, sedang memakai baju turtleneck warna abu-abu, celana jeans, sepatu Converse dan tas backpack kecil berwarna hitam.
"Iya boleh, silahkan." Aku jawab.
Ia tersenyum dan langsung menurunkan tasnya, menaruh ke carpet. Aku yang baru sadar juga menaruh tasku di carpet agar meja terasa lebih lowong. Saat ia baru ingin duduk dan ingin membuka bukunya yaitu "How to get the best angle" aku memerhatikannya lebih dalam. Warna kulitnya putih agak sawo matang, hidungnya mancung, bibirnya um... sepertinya lembut, rahangnya ... terlihat sangat kokoh that jawline is so strong it probably could cut someone. Dia seperti campuran antara Ansel Elgort dan Leonardo DiCaprio, dan matanya... oh matanya... sungguh saat tadi kami melakukan eye contact aku tau pada saat itu aku sedang meleleh. Matanya yang berwarna emerald green sangat cocok dengan rambutnya, mukanya.. ah sempurna lah.
Selain tertarik dengan mukanya, aku juga tertarik dengan bukunya. Buku yang dibacanya. Kupikir "ah mungkin dia seorang fotografer". Tuhkan aku jadi tidak fokus dengan buku-ku. Sudah-sudah aku ingin membaca kembali. Aku pun kembali membaca pemikiran Plato. Tetapi perlahan aku juga tidak bisa habis berfikir. Dari sekian banyak kursi yang kosong mengapa ia memilih untuk duduk dikursi ini? Apakah ini kursi favorit dia yang biasa ia duduki? Atau ia suka juga pemandangan luar? atau... ia sengaja karena ingin mendekati aku?
"Ada apa dengan Plato?" Kata suara di seberangku
"Maksudnya?"
"Iya kenapa kamu baca buku itu? Kamu anak sejarah Yunani?"
"Bukan. Oh. Aku hanya membaca ini karena tertarik dan ingin belajar lebih banyak."
"Aku sudah pernah mempelajari Plato di SMA, iya itu menarik. Walaupun terkadang aku tertidur di kelas."
"Bukan. Oh. Aku hanya membaca ini karena tertarik dan ingin belajar lebih banyak."
"Aku sudah pernah mempelajari Plato di SMA, iya itu menarik. Walaupun terkadang aku tertidur di kelas."
Aku tertawa kecil, memperlihatkan lesung pipiku di sebelah kanan.
"Kamu sering kesini?"
"Gak juga sih, sesekali."
"Oh."
Aku pun balik bertanya "Kamu sering kesini?"
"Aku juga terkadang. Lebih tepatnya jarang sih sebenarnya."
"Oh."
"Oh."
Tiba-tiba ia menutup bukunya, "Lalu kamu major apa?"
"Aku? Film"
"Film? Film?! Ohh itu sangat bagus. Wait. Tepat sekali! Daripada aku baca buku ini mending aku tanya aja ke pakarnya langsung."
"Oh aku bukan pakar" kataku sambil tertawa kecil
"Tapi kamu mengerti di bidang itu. Jadi begini. Aku ingin mengetahui bagaimana proses pembuatan iklan. Dari awal banget. Seperti mencari talent, dll."
"Film? Film?! Ohh itu sangat bagus. Wait. Tepat sekali! Daripada aku baca buku ini mending aku tanya aja ke pakarnya langsung."
"Oh aku bukan pakar" kataku sambil tertawa kecil
"Tapi kamu mengerti di bidang itu. Jadi begini. Aku ingin mengetahui bagaimana proses pembuatan iklan. Dari awal banget. Seperti mencari talent, dll."
"Setau aku, pertama adalah ide. Ide itu sangat penting, jadi biasanya client dan videografer/PH brainstorming dan menjelaskan ide-idenya untuk iklan, lalu buat skripnya, setelah skripnya jadi apabila diperlukan talent berarti membuat audisi untuk talent iklan tersebut, setelah talent direkrut, baru mulai reading dengan talent biasanya sampai 3 kali. Setelah itu mulai shoot, lalu edit, lalu di presentasi ke client dulu. Kalau ada revisi ya mereka revisi. Selesai."
"Oh begitu. Bagaimana kalo iklan untuk restoran?"
"biasanya sih sama juga."
"Kamu pernah?"
"Pernah apa"
"Pernah melakukan iklan restoran?"
"Oh, belum. Aku baru mengerjakan projek projek aplikasi atau company profile startup baru."
"Kamu pernah?"
"Pernah apa"
"Pernah melakukan iklan restoran?"
"Oh, belum. Aku baru mengerjakan projek projek aplikasi atau company profile startup baru."
"Kamu bisa bantu aku?"
"Apa?"
"Jadi aku mempunyai restoran yang ingin diiklani terutama untuk di posting di social media apakah kamu bisa membuatkan ku iklan?"
"Oh menarik, bisa."
"Apakah biasanya kamu butuh tim?"
"Iya tentunya, ada kameraman, lightingman, soundman, dll. Kru biasanya terdiri dari 5 - 20 orang itu untuk iklan kecil ya."
"Wow, skala besar juga ya. Aku tidak pernah menyadari bahwa banyak kru film."
"Kalau film besar biasanya 100- 500 orang."
"Wow!"
"untuk Makeup Artist di film aja biasanya 6- 10 orang. Jadi ya buat film biasanya sekalanya besar."
"Keren juga."
Ia pun banyak bertanya mengenai iklan dan film, aku pun lama perlahan lebih terbuka kepadanya. Sungguh senang berbicara dengannya, ia tampak sangat tertarik mengenai dunia perfilman ini.
"Apa?"
"Jadi aku mempunyai restoran yang ingin diiklani terutama untuk di posting di social media apakah kamu bisa membuatkan ku iklan?"
"Oh menarik, bisa."
"Apakah biasanya kamu butuh tim?"
"Iya tentunya, ada kameraman, lightingman, soundman, dll. Kru biasanya terdiri dari 5 - 20 orang itu untuk iklan kecil ya."
"Wow, skala besar juga ya. Aku tidak pernah menyadari bahwa banyak kru film."
"Kalau film besar biasanya 100- 500 orang."
"Wow!"
"untuk Makeup Artist di film aja biasanya 6- 10 orang. Jadi ya buat film biasanya sekalanya besar."
"Keren juga."
Ia pun banyak bertanya mengenai iklan dan film, aku pun lama perlahan lebih terbuka kepadanya. Sungguh senang berbicara dengannya, ia tampak sangat tertarik mengenai dunia perfilman ini.
"Oh! Maaf sekali. Aku Matthew. Sebentar." Ia merogoh sakunya dan mengeluarkan dompetnya. Ia pun memberikanku kartu namanya.
"Namaku Matthew, aku punya restoran di dekat sini. Ya tidak terlalu dekat tapi lumayan, dekat dengan stasiun subway. Kalau kau punya waktu coba kunjungi."
Aku pun memperhatikan kartu namanya dengan seksama dan berpikir kepada diriku, "wow dia punya restoran? berarti sudah sukses banget ya. dia terlihat muda dan sudah punya restoran? keren. ternyata dia seorang pemilik restoran dan bukan model."
Aku pun memperhatikan kartu namanya dengan seksama dan berpikir kepada diriku, "wow dia punya restoran? berarti sudah sukses banget ya. dia terlihat muda dan sudah punya restoran? keren. ternyata dia seorang pemilik restoran dan bukan model."
"Aku Nadhira Anjani, orang-orang biasanya memanggilku Nadhira atau Nad." Balasku
"Nadhira Anjani... kamu orang India?" Tanyanya.
"Nadhira Anjani... kamu orang India?" Tanyanya.
"Bukan. Indonesia."
"Oh Indonesia..."
"Kamu pernah ke Indonesia?" tanyaku
"Kamu pernah ke Indonesia?" tanyaku
"Kemarin diajak ke Indonesia untuk menghadiri expo Food Festival gitu tetapi sayang aku tidak kesana. Mungkin lain kali.
Ku berpikir kembali "ia sampai diajak dan di undang untuk menghadiri expo di luar negeri? wow. Berarti restorannya sudah sangat mendunia."
"Kamu harus kesana kapan-kapan. Aku dari Jakarta. Jakarta itu Ibu kotanya, dan sangat... panas, lembap.. dan... apa ya. Ya setidaknya banyak makanan jalanan yang enak-enak."
"ya aku harus kesana kapan-kapan." katanya..
"Nadhira Anjani." Ia mengulang kembali namaku.
"Aku akan panggil kamu Anjani saja." Katanya
"Itu nama panggilan ku dirumah"
"Oh iya? Anjani it is! Nice to meet you Anjani" Katanya dengan semangat.
"Pleasure to meet you as well." Aku tersenyum dengannya. Tidak menjabat tangannya karena ia pun tidak memberikan tangannya kepadaku.
"Ada baiknya juga aku kesini. Tadinya aku tidak mau kesini, dan mau tidur-tiduran saja di rumahku. Tetapi kalau aku melakukan itu, aku tidak akan bertemu kamu."
Aku langsung tersipu malu mendengar itu. Ia pun tertawa kecil.
Aku langsung tersipu malu mendengar itu. Ia pun tertawa kecil.
"Mungkin sudah jalannya memang." Tambahku.
"Iya" balasnya
Laki itu melihat ke arah jam tangannya dan tiba-tiba buru-buru membereskan dirinya dan berdiri.
"Wow look at the time. Time really does fly fast when you're having fun."
Aku juga melihat ke arah jam tanganku, "Wow. It sure does."
"Aku harus pergi sekarang. Semoga kita bisa berjumpa kembali dan mengobrol lagi. Aku sangat senang bisa berbicara dan kenal denganmu."
"Aku juga senang berbicara denganmu."
"Aku pergi ya Anjani, bye"
"Bye" Aku melambaikan tanganku ke arahnya yang sekarang sudah berbalik badan hanya menyisakan tubuh fit dan pundaknya yang lebar untuk ku lihat.
"Aku harus pergi sekarang. Semoga kita bisa berjumpa kembali dan mengobrol lagi. Aku sangat senang bisa berbicara dan kenal denganmu."
"Aku juga senang berbicara denganmu."
"Aku pergi ya Anjani, bye"
"Bye" Aku melambaikan tanganku ke arahnya yang sekarang sudah berbalik badan hanya menyisakan tubuh fit dan pundaknya yang lebar untuk ku lihat.
Tak terasa sudah jam 6 malam. Aku juga baru menyadari jendela diluar sudah mulai dipenuhi dengan cahaya lampu taman. Aku harus segera pergi juga, untuk sementara sepertinya karena buku ini belum selesai ku baca. Aku harus sholat Maghrib dahulu.
Komentar
Posting Komentar